dulu kita pernah dewasa


BERMAIN BERSAMA


masih ingat waktu kita masih kecil?

klo siang-siang habis sekolah,

buru-buru makan siang,

trus keluar nyamperin temen-temen main di lapangan,

main di sawah...bareng-bareng sama temen-temen..


ga ada yg main sendirian,

semua bareng-bareng..

ga ada individualistis,

semua main bersama,


belajar memahami sifat masing2 teman,

dengan melihat wajahnya yg sembab ketika selalu kalah dalam permainan,

dengan melihat tingkahnya yg sombong ketika mengalahkan musuh bebuyutannya (walaupun baru satu kali.)

dengan melihat tingkahnya yg meremehkan teman yg baru bergabung.


sumber: http://bersamatoba.com/wp-content/up...ak-bermain.JPG

betapa dewasanya kita dulu,

dibanding sekarang yg makin lama makin individualistis.

semakin terjerumus kepada permainan yg hanya bermain dengan 2 orang.

karena stiknya cuma 2.

banhkan hanya sendiri, karena mouse dan keyboardnya cuma 1.

tak ada unsur toleransi lagi dalam permainan kita.

tak ada belajar untuk menjaga perasaan yang kalah,

dan belajar menghormati yang menang.


betapa dewasanya kita dulu, waktu kita masih kecil.


MEMBUAT KARYA



masih ingat waktu kita ingin bermain mobil-mobilan

ingin bermain tembak-tembakan,

ingin bermain rumah-rumahan,

tapi orang tua kita tak punya uang?


kita tidak menyerah,

kita cari kulit jeruk,

kita cari pelepah pisang,

kita cari tanah liat,

tak punya uang bukan penghalang kita utk bisa bermain,

dengan apapun yang ada yang penting kita bisa bermain.


kita asik bermain dengan karya cipta kita sendiri.

kita tak peduli bagus tidaknya mainan kita,

karena proses pembuatannya-lah yang kita sukai,

bukan hasil akhir mainan itu.


sumber: http://paudyasmin.files.wordpress.co...pg?w=500&h=329

kita marah-marah ketika mainan kita belum jadi,

permainan kita belum selesai

tapi orang tua sudah menyuruh pulang untuk mandi sore.

lihat, betapa seriusnya dan totalnya kita dalam mencintai permainan.


bukankah sikap2 seperti itu,

yang mandiri dengan segala keterbatasan yang ada,

yang menikmati dan mencintai proses pembuatan karya

yang totalitas dalam kecintaannya membuat karya,

adalah sikap orang yang dewasa?


betapa dewasanya kita dulu, waktu kita masih kecil.


POLOS

kalau kita ditanya,

kapan pernah jujur yang tanpa berpikir macam-macam.

waktu masih kecil kan?


sumber: http://images.timurcahaya.multiply.c...nmid=349903370

"itu kan polos, bukan jujur.."


okey...


jujur mendatangkan ketentraman hati,

sedangkan bohong mendatangkan kegelisahan.


kapan kita lebih sering gelisah,

ketika kecil atau sudah tua?


"kan permasalahan hidupnya beda.."


ya jelas beda.

permasalahan orang tua, lebih banyak.

karena bohongnya lebih banyak.


karena bohong itu akar segala permasalahan.

mulai dari membohongi diri sendiri,

membohongi orang tua,

membohongi orang lain,

hingga membohongi Tuhan.


betapa hebatnya kita waktu kecil,

yg polos, yg tak tahu bagaimana cara berbohong,

hingga Tuhan juga tak tahu

bagaimana cara menaruh kita dalam kegelisahan.


betapa dewasanya kita dulu, waktu kita masih kecil.


ya, dulu kita pernah dewasa.



dulu kita mencintai kebersamaan,

dulu kita mencintai kemandirian,

dulu kita mencintai keuletan,

dulu kita mencintai totalitas,

dulu kita mencintai kejujuran.


mungkin menjadi dewasa dengan memutar waktu adalah hal yang mustahil,

tapi membangkitkan kedewasaan yang dulu pernah ada, sepertinya tak sulit.


tak semua teladan selalu lebih tua dari kita.

kalau kita bisa belajar dengan tepat,

semua orang bisa kita jadikan teladan.

bahkan anak kecil yang polos dan ingusan itu.



jadi dewasa tak harus menunggu tua,

terbukti, dulu kita sudah pernah dewasa.

dan sekarang,

mari bangkitkan diri kita yg dulu,

yang mencintai kebersamaan, mencintai kemandirian,

mencintai keuletan, mencintai totalitas, mencintai kejujuran.


be wise by being a child 


_semoga bermanfaat.