Memiliki dan membesarkan sang buah hati punya seni tersendiri. Apalagi, kata para pemerhati anak, tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orang tua. Tak jarang, kita terlalu yakin mampu membesarkan buah hati dengan cara sendiri. Ternyata, tidak semudah itu. Berawal dari komunikasi sehari-hari, perkembangan anak pun bisa saja terganggu. Nah, bapak dan ibu, ada kata-kata yang sebaiknya tidak Anda lontarkan untuk buah hati tercinta.
Apa itu?
“Pergi sana! Bapak Mau Sendiri!”
Ketika Anda kerap melontarkan kata-kata ini pada anak, Suzette Haden Elgin, pendiri Ozark Center, mengatakan anak-anak akan berpikir tidak ada gunanya berbicara dengan orang tuanya karena mereka selalu diusir. ”Jika Anda terbiasa mengatakan hal-hal itu pada anak-anak sejak mereka kecil, biasanya mereka akan mengatakan hal serupa ketika dewasa.”
“Kamu Itu…”
Pelabelan pada anak adalah cara pintas untuk mengubah anak-anak. Jika seorang ibu mengatakan, ”Anak saya memang pemalu”, maka anak akan menelan begitu saja label itu tanpa bertanya apa pun. Apalagi, bila kita memberikan label buruk pada anak-anak, itulah yang akan melekat dalam benak mereka. Seumur hidup.
”Jangan Nangis”
Atau, kata-kata serupa seperti, ”Jangan cengeng” atau ”Nangis melulu”. Padahal, untuk anak-anak yang belum dapat mengekspresikan emosi lewat kata-kata, mereka hanya dapat menyalurkannya dengan cara menangis. Adalah wajar, bila anak-anak merasa sedih atau ketakutan. ”Sebenarnya, wajar saja bila ortu ingin melindungi anak mereka dari perasaan-perasaan itu. Tapi, dengan mengatakan ”jangan” tidak berarti anak-anak akan lebih baik. ”Ini juga akan memberikan kesan bahwa emosi mereka tidak benar, bahwa tidak baik untuk merasa takut atau sedih,” ujar Debbie Glasser, direktur Family Support Services.
Lebih baik, katakan pada anak bahwa Anda memahami perasaan sedih yang dia alami. ”Ibu paham kamu takut dengan ombak. Ibu janji tidak akan melepaskan tanganmu lagi, Nak…”
”Kenapa kamu tidak bisa seperti saudaramu?”
”Lihat tuh, Doni rapi banget mengancing bajunya. Kok kamu tidak bisa?”
Para pakar menilai wajar orang tua membandingkan anak-anaknya. Ini akan menjadi referensi terhadap perkembangan anak-anak. Namun, tolong, jangan katakan ini di depan anak-anak. Ini karena tiap anak adalah individu yang berbeda. Mereka punya kepribadian tersendiri. Membandingkan anak dengan orang lain berarti Anda menginginkan anak Anda menjadi orang yang berbeda.
”Lho, Begitu Saja?”
Seperti membandingkan, ejekan yang diterima anak punya dampak efektif untuk menyakiti hati anak. Sangat efektif malah, melebihi yang pernah dibayangkan orang tua. Satu hal yang utama, anak mungkin saja tidak merasa lebih baik dengan diejek. Belajar adalah proses mencoba dan melakukan salah.
Kendati Anda mengejek setiap hari lantaran si anak terus melakukan kesalahaan, komentar Anda tidak akan produktif atau memberikan hasil lebih baik.
Alangkah baiknya bila komentar Anda,”Sepertinya Ibu lebih suka kalau kamu melakukan dengan cara seperti ini, sayang. Terima kasih…”
”Berhenti atau…”
Mengancam. Inilah bentuk rasa frustrasi orang tua. Tentu saja, ini pun tidak efektif. Apalagi, bila ancaman ini terkesan ‘murah’ alias sering kali diucapkan. Ancaman seperti itu lama-lama kehilangan kekuatannya. ”Hasil riset menunjukkan bahwa anak dua tahun yang kerap mengulangi kesalahan serupa di hari yang sama mencapai delapan persen, tak peduli disiplin seperti apa yang Anda terapkan,” kata Murray Straus, sosiolog dari University of New Hampshire.
”Tunggu Sampai Ayah Pulang!”
Kata-kata seperti ini tidak hanya merupakan ancaman yang lain, tetapi juga merupakan bentuk disiplin yang setengah hati. Ketika Anda tiba di rumah, boleh jadi anak telah lupa apa kesalahan yang mereka lakukan. Mendelegasikan tugas pada orang lain juga melunturkan ‘kewenangan’ Anda. Anak akan berpikir,”Mengapa saya harus patuh pada ibu jika dia tidak melakukan apa pun juga?” Parahnya lagi, Anda akan membuat citra pasangan lebih buruk.
”Cepat, cepat”
Siapakah orang yang sibuk berat, kurang tidur, capek gara-gara macet, dan kena tekanan kerja yang tidak pernah melontarkan kata-kata seperti itu?
Jika Anda mulai mengeluh atau menghela napas setiap hari, hati-hati. Ada kecenderungan anak akan menangkap pesan bahwa mereka bersalah karena membuat orang tuanya lambat. Kesalahan itu membuat mereka merasa bersalah dan ternyata tidak juga membuat anak-anak bergerak lebih cepat.
”Hebat” atau ”Anak Pintar”
Boleh jadi Anda bingung mengapa kalimat pujian seperti itu juga tidak mendidik. Tenang dulu, pujian memang alat efektif orang tua untuk mendongkrak percaya diri anak. Masalahnya, bila pujian ini terkesan berlebihan. Kata-kata ”Wah, hebat banget” untuk hal-hal kecil yang anak lakukan seperti menghabiskan susunya menjadi tak berarti.
Lebih baik bila pujian itu diberikan untuk usaha keras yang anak-anak lakukan. Pujian karena menghabiskan susu yang bisa setiap saat mereka lakukan atau menggambar sesuatu karena si anak memang hobi menggambar boleh dibilang kurang berkesan pada anak. Alangkah baik bila pujian itu diberikan pada anak yang susah payah menyelesaikan tugas sekolah. Atau menghabiskan makanan hingga habis, satu hal yang jarang si anak biasa lakukan.